Sri Apriyanti Husain
Selasa, 25 November 2014
SAYA DAN TUJUAN HIDUP
Jumat, 13 April 2012
Berlindung Dari Fitnah
Berlindung Dari Fitnah
Jika seseorang memperhatikan berbagai macam fitnah, seperti fitnah kehidupan dunia dengan iming-iming nafsu dan syahwatnya; Fitnah kematian, penghimpunan manusia di padang Mahsyar, serta huru-hara Akhirat; Fitnah kekacauan, pembunuhan dan peperangan; Fitnah tersumbatnya suara kebenaran dan merebaknya kebatilan; Fitnah ujub, besar kepala dan sebagainya, maka sungguh akan menggugah hati untuk menyelamatkan diri darinya dan mendorong untuk berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala, minta keselamatan dan terbebas dari segala keburukannya.
Fitnah Dunia
Fitnah dunia beserta isinya, berupa permainan, kesenangan dan syahwat mengharuskan kita untuk selalu berlindung kepada Allah dari keburukannya. Merupakan fitnah dunia yang sangat besar bagi seorang laki-laki adalah fitnah (ujian/godaan) wanita. Oleh karena itu Nabi Yusuf ’alaihis salam tatkala khawatir terhadap fitnah wanita, beliau mengatakan,
“Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka)dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh". (QS. 12:33)
Harta benda juga merupakan fitnah yang harus dimintakan perlindungan kepada Allah dari keburukannya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meminta perlindungan dari jahatnya fitnah kekayaan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits shahih tatkala berlindung dari berbagai fitnah dunia, salah satunya adalah, "Dan (aku berlindung) dari buruknya fitnah kekayaan." (HR. al-Bukhari, merupakan sebuah penggalan hadits)
Keluarga dan anak-anak juga merupakan fitnah dunia sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. 64:14-15)
Oleh karena itu seorang hamba harus memohon kepada Allah agar menjadikan keluarga dan anak cucunya sebagai qurrata ain, penyejuk hati dan pembawa kebaikan. Seorang muslim sadar bahwa keluarga dan anak-anak adalah merupakan fitnah dan ujian hidup. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan orang-orang yang berkata, "Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. 25:74)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan do’a, "Dan aku berlindung kepada-Mu dari (keburukan) fitnah hidup."
Fitnah Syetan
Syetan adalah fitnah bagi manusia. Dia selalu menghiasi keburukan sehingga tampak indah dan baik, agar manusia tertipu dan tersesat. Fitnah syetan termasuk sangat besar. Ia selalu menggoda manusia dan mendampingi semenjak lahir hingga menjelang kematiannya. Maka Allah subhanahu wata’ala menganjur kan agar kita berlindung kepada-Nya dari segala gangguan syetan, sebagaimana dalam firman-Nya,
“Dan katakanlah,“Ya Rabbku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syetan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Rabbku, dari kedatangan mereka kepadaku". (QS. 23:97-98)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa do’a dan dzikir kepada Allah merupakan senjata ampuh bagi seorang muslim untuk menghadapi gangguan syetan. Diriwayatkan dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya,
"Tidaklah seorang hamba mengucapkan setiap pagi dan sore (doa), "Dengan menyebut Nama Allah, yang dengan menyebut-Nya maka tidak berbahaya segala sesuatu yang berada di bumi dan di langit dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Dia ucapkan) sebanyak tiga kali maka tidak akan membahayakannya segala suatu apapun." (HR.Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, dan sanadnya hasan)
Dan tatkala Abu Bakarradhiyallahu ‘anhu, meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengajar kan sebuah kalimat (doa) yang diucapkan ketika pagi dan sore hari, maka di antara yang diajarkan beliau adalah berlindung kepada Allah dari syetan dan sekutunya. Beliau bersabda, "Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku dan kejahatan syetan beserta sekutunya." (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ahmad dan al-Hakim, dishahihkan oleh adz-Dzahabi)
Fitnah Akhirat
Fitnah akhirat dimulai sejak seseorang masuk ke alam kubur hingga datangnya hari Kiamat dengan kedahsyatannya. Semua itu harus dimohonkan perlindungan kepada Allah subhanahu wata’ala agar kita selamat dari malapetaka nya, dan dengan keutamaan serta rahmat-Nya kita dimasukkan ke dalam surga.
Termasuk fitnah akhirat yang besar adalah fitnah kubur, yaitu pertanyaan di kubur terhadap seorang hamba tentang siapa Rabbnya, apa agamanya, siapa Nabinya dan seterusnya. Jika dia seorang yang istiqamah di atas agama Allah maka akan selamat dan dapat berbicara serta menjawab sesuai yang diridhai Allah subhanahu wata’ala. Jika dia menyepelekan agama dan zhalim maka akan mendapatkan kerugian dan mengucapkan kalimat kekufuran, kita berlindung kepada Allah dari hal itu.
Oleh karena itu dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berlindung dari adzab kubur.
Fitnah al-Masih ad-Dajjal
Fitnah dajjal adalah termasuk fitnah terbesar yang akan dialami manusia menjelang hari Kiamat, dan dia merupakan salah satu tanda akan terjadinya Kiamat Kubra (kiamat besar). Tentang kapan munculnya dajjal, maka tidak seorang pun mengetahuinya, yang penting adalah bahwa seseorang tidak akan dapat selamat dari fitnah dajjal kecuali atas perlindungan Allah subhanahu wata’ala. Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta perlindungan kepada-Nya dari fitnah dajjal tersebut.
Dalam sebuah hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya,
"Barang siapa yang membaca sepuluh ayat pertama dari surat al-Kahfi maka akan dijaga dari dajjal." Dan di dalam riwayat yang lain disebutkan, "Barang siapa yang membaca sepuluh ayat terakhir dari surat al-Kahfi maka akan dijaga dari dajjal." (HR. Muslim)
Fitnah Jahannam
Merupakan salah satu fitnah akhirat adalah fitnah adzab Jahannam. Semoga Allah menjaga kita darinya. Oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala menganjurkan kepada kita untuk berlindung dari adzab Jahannam tersebut, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala tatkala menyebutkan di antara sifat hamba Allah, yang artinya
“Dan orang-orang yang berkata, "Ya Rabb kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasan yang kekal". Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (QS. 25:65-66)
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berlindung kepada Allah dari adzab Jahannam
Fitnah Orang Kafir
Salah satu fitnah yang dihadapi oleh orang mukmin di setiap tempat dan waktu adalah permusuhan orang-orang kafir. Oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala menyebutkan tentang orang-orang mukmin pengikut Thalut alaihissalam, tatkala menghadapi musuh mereka Jalut dan tentaranya maka mereka berlindung kepada Allah dengan berdoa, sebagaimana firman Allah,
“Tatkala Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, mereka pun berdo'a, "Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokoh- kanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir". (QS. 2:250)
Allah subhanahu wata’ala berfirman tentang kaum Nabi Musa, artinya,
“Berkata Musa, "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawa-kallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri". Lalu mereka berkata, "Kepada Allah-lah kami bertawakal! Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim, dan selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang kafir". (QS. 10:84-86)
Allah subhanahu wata’ala juga menyebutkan tentang Nabi Ibrahim dan kaumnya yang berd’oa kepada Allah,
"Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami Ya Rabb kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. 60:5)
Disebutkan dalam sebuah hadits shahih dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu dia berkata, "Ketika terjadi perang Badar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat ke arah kaum musyrikin yang berjumlah seribuan orang sedangkan shahabat beliau hanya tiga ratus tiga belas orang. Maka beliau menghadap kiblat lalu menengadahkan tangan berdoa kepada Rabbnya, "Ya Allah penuhilah untukku apa yang Kau janjikan, ya Allah datangkanlah kepadaku apa yang Kau janjikan. Ya Allah jika Kamu binasakan sekelompok ahlul Islam ini, maka Engkau tidak disembah di muka bumi." Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terus-menerus berdoa dengan menengadahkan tangan, menghadap ke kiblat sehingga kain yang ada di pundaknya terjatuh. Lalu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu datang mengambil kain itu kemudian meletakkannya kembali di pundak beliau. Dia lalu mendekat dari arah belakang Nabi dan berkata, "Wahai Nabi Allah, telah cukup permohonanmu kepada Allah, sesungguhnya Dia akan memberikan untukmu apa yang Dia janjikan kepadamu.” Maka Allah subhanahu wata’ala menurunkan ayat, “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang bertutut-turut". (QS. 8:9). (HR Muslim)
Amat banyak saudara kita di negeri Islam yang sedang menghadapi ujian dan cobaan dari orang kafir, berada dalam penindasan kaum salibis, zionis dan kapitalis. Maka kita hendaknya senantiasa memohon kepada Allah, agar segera mengentaskan musibah tersebut dengan secepatnya.
Fitnah Ujub dan Bangga Diri
Ujub, terpedaya dan bangga diri merupakan fitnah yang selayaknya dimintakan perlindungan kepada Allah. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. 17:37)
Fitnah ini hendaknya diwaspadai khusunya oleh para aktivis dakwah, penyebar ilmu, para pejuang dan orang semisal mereka yang banyak dibutuhkan olah umat Islam di zaman ini. Hendaklah mereka hati-hati dari fitnah ini, dengan banyak berlindung dan bersandar kepada Allah subhanahu wata’ala, agar jangan menjadikan amalnya sebagaimana amal yang Dia firmankan,
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. 25:23).Hanya kepada Allah kita mohon pertolongan.
Sumber: Kutaib, “Dharuratu alluju’ ilallah ‘inda hudutsil fitan,” DR. Abdul Hamid bin Abdur Rahman al-Suhaibani
Berinteraksi Dengan Al-Qur'an
Berinteraksi
Dengan Al-Qur'an
'Segala puji bagi
Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al Qur'an) dan Dia tidak
mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan
akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira
kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan
mendapat pembalasan yang baik, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.'
( Al Kahfi: 1-3)
Salawat serta salam
bagi Nabi yang mu'jizatnya Al Qur'an, imamnya Al Qur'an, akhlaqnya Al Qur'an,
dan penghias dadanya, cahaya hatinya juga penghilang kesedihannya adalah Al
Qur'an: Nabi Muhammad bin Abdullah, dan keluarganya serta para sahabatnya, yang
beriman dengannya, mendukung dan membantunya, serta mengikuti cahaya yang
diturunkan kepadaanya, mereka adalah orang-orang yang beruntung, dan seluruh
orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Amma ba'du:
Rabb kita telah
memberikan kemuliaan kepada kita --sebagai kaum
Muslimin-- dengan
menganugerahkan kitab suci yang terbaik yang diturunkan kepada manusia. Rabb
kita juga, telah memuliakan kita dengan mengutus nabi yang terbaik yang pernah
diutus kepada manusia. Sesuai firman Allah SWT:
'Sesungguhnya telah
Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab
kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?' (Al Anbiyaa: 10).
Kitalah, kaum
muslimin, satu-satunya umat yang memeliki manuskrip langit yang paling
autentik, yang mengandung firman-firman Allah SWT yang terakhir, yang diberikan
untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia. Dan anugerah itu terus terpelihara
dari perubahan dan pemalsuan kata maupun makna. Karena Allah SWT. telah menjamin
untuk memeliharanya, dan tidak dibebankan tugas itu kepada siapapun dari
sekalian makhluk-Nya:
'Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.' (Al Hijr: 9).
Al Qur'an adalah
kitab Ilahi seratus persen: '(Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun
dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi
(Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.' (Huud:1) 'Dan sesungguhnya Al
Qur'an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al Qur'an)
kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan
Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.' ( Fush-shilat: 41-42)
Tidak ada di dunia
ini, suatu kitab, baik itu kitab agama atau kitab biasa, yang terjaga dari
perubahan dan pemalsuan, kecuali Al Qur'an.
Tidak ada seorangpun
yang dapat menambah atau mengurangi satu hurup-pun darinya.
Ayat-ayatnya dibaca, didengarkan, dihapal dan
dijelaskan, sebagaimana bentuknya saat diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi
Muhammad Saw, dengan perantaraan ruh yang terpercaya (Jibril).
Al Quran berisikan seratus empat belas surah.
Seluruhnya dimulai dengan basmalah (bismillahirrahmanirrahim). Kecuali satu
surah saja, yaitu surah at Taubah. Ia tidak dimulai dengan basmalah. Dan tidak
ada seorang pun yang berani untuk menambahkan basmalah ini pada surah at
Taubah, baik dengan tulisan atau bacaan. Karena, dalam masalah Al Qur'an ini,
tidak ada tempat bagi akal untuk campur tangan.
Perhatian kaum
muslimin terhadap Al Quran sedemikian besarnya, hingga mereka juga menghitung
ayat-ayatnya --bahkan kata-katanya, dan malah hurup-hurupnya--. Maka bagaimana
mungkin seseorang dapat menambah atau mengurangi suatu kitab yang dihitung
kata-kata dan hurup-hurupnya itu?!
Tidak ada di dunia
ini suatu kitab yang dihapal oleh ribuan dan puluhan ribu orang, di dalam hati
mereka, kecuali Al Qur'an ini, yang telah dimudahkan oleh Allah SWT untuk
diingat dan dihapal. Maka tidak aneh jika kita menemukan banyak orang, baik itu
lelaki maupun perempuan, yang menghapal Al Qur'an dalam mereka. Ia juga dihapal
oleh anak-anak kecil kaum Muslimin, dan mereka tidak melewati satu hurup-pun
dari Al Qur'an itu. Demikian juga dilakukan oleh banyak orang non Arab, namun
mereka tidak melewati satu hurup-pun dari Al Qur'an itu. Dan salah seorang dari
mereka, jika Anda tanya: 'siapa namamu?' --dengan bahasa Arab-- niscaya ia
tidak akan menjawab! (Karena tidak paham bahasa Arab!, penj.). Ia menghapal
Kitab Suci Rabbnya semata untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah
SWT, meskipun ia tidak memahami apa yang ia baca dan ia hapal, karena ia
tertulis dengan bukan bahasanya.
Al Qur'an tidak semata dijaga makna-makna,
kalimat-kalimat serta lafazh-lafazhnya saja, namun juga cara membaca dan makhraj
hurup-hurupnya. Seperti kata mana yang harus madd (panjang), mana yang harus
ghunnah (dengung), izhhar (jelas), idgham (digabungkan), ikhfa
(disamarkan) dan
iqlab (dibalik). Atau seperti yang digarap oleh suatu ilmu khusus yang dikenal
dengan 'ilmu tajwid Al Qur'an'.
Hingga rasam (metode
penulisan) Al Qur'an, masih tetap tertulis dan tercetak hingga saat ini,
seperti tertulis pada era khalifah Utsman bin Affan r.a., meskipun metode dan
kaidah penulisan telah berkembang jauh.
Hingga saat ini,
tidak ada suatu pemerintah muslim atau suatu organisasi ilmiah pun, yang berani
merubah metode penulisan Al Qur'an itu, dan menerapkan kaidah-kaidah penulisan
yang berlaku bagi seluruh buku, media cetak, koran dan lainnya yang ditulis dan
dicetak, bagi Al Qur'an.
Allah SWT menurunkan
Al Qur'an untuk memberikan kepada manusia tujuan yang paling mulia, dan jalan
yang paling lurus.
'Sesungguhnya Al
Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus.' (Al Israa: 9)
'Sesungguhnya telah
datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab
itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan,
dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap
gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka
ke jalan yang lurus.' ( Al -Maaidah: 15-16)
Al Qur'an adalah 'cahaya' yang dianugerahkan
Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya, di samping cahaya fithrah dan akal:
'Cahaya di atas
cahaya (berlapis-lapis).' (An Nuur: 35). Dan Al Qur'an mendeskripsikan dirinya
sendiri sebagai cahaya, dalam banyak ayat.
Seperti dalam firman
Allah SWT:
'Hai manusia,
sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad
dengan mu'jizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang
benderang (Al Qur'an).' (An Nisaa: 174)
'Maka berimanlah kamu
kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al-Qur'an) yang telah Kami
turunkan.' (At Taghaabun: 8).
Dan berfirman kepada
para sahabat Rasulullah Saw dengan firman-Nya:
'Dan mengikuti cahaya
yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an).' (Al A'raaf: 157)
Di antara
karakteristik cahaya adalah: Dirinya sendiri telah jelas, kemudian ia
memperjelas yang lain. Ia membuka hal-hal yang samar, menjelaskan
hakikat-hakikat, membongkar kebatilan-kebatilan, menolak syubhat (kesamaran),
menunjukkan jalan bagi orang-orang yang sedang kebingungan saat mereka gamang
dalam menapaki jalan atau tidak memiliki petunjuk jalan, serta menambah jelas dan
menambah petunjuk bagi orang yang telah mendapatkan petunjuk. Dan jika Al
Qur'an mendeskripsikan dirinya sebagai 'cahaya', dan dia adalah 'cahaya yang
istimewa', ia juga mendeskripsikan Taurat dengan kata yang lain:
'Di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya (yang menerangi).'
Seperti dalam firman
Allah SWT:
'Sesungguhnya Kami
telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang
menerangi)'. (Al Maaidah: 44)
Demikian juga
mendeskripsikan Injil seperti itu, seperti dalam firman Allah SWT tentang Nabi
'Isa:
'Dan Kami telah
memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya
(ada) petunjuk dan
cahaya (yang menerangi) .' (Al Maidah: 46)
Perbedaan dalam dua
pengungkapan itu menunjukkan perbedaan antara Al Qur'an dengan kitab-kitab suci
lainnya. Seperti diungkapkan oleh Al Bushiry dalam Lamiah-nya:
'Maha Besar Allah,
sesungguhnya agama Muhammad Dan kitab sucinya adalah kitab suci yang paling
lurus dan paling teguh Jangan sebut kitab-kitab suci lainnya di depannya Karena,
saat mentari pagi telah bersinar, ia akan memadamkan pelita-pelita'.
Hal itu karena Al
Qur'an ini datang untuk membenarkan kitab-kitab suci yang telah turun
sebelumnya. Yaitu yang berkaitan dengan pokok-pokok aqidah dan akhlak, sebelum
kitab-kitab itu dipalsukan dan diubah tangan manusia. Al Qur'an juga
mengungguli kitab-kitab suci sebelumnya, yaitu dengan mengoreksi dan meluruskan
tambahan-tambahan dan perubahan-perubahan yang telah disisipkan oleh manusia
dalam kitab-kitab itu. Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
'Dan Kami telah
turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang
sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu
ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.' (Al
Maaidah: 48)
Al Qur'an
--sebagaimana ia diturunkan oleh Allah SWT-- mempunyai keunggulan-keunggulan
yang membuatnya istimewa dibanding kitab suci lainnya. Ia adalah kitab Ilahi,
kitab suci yang menjadi mukjizat, kitab yang memberikan penjelasan dan
dimudahkan untuk dipahami, kitab suci yang dijamin pemeliharaan
keautentikannya, kitab suci bagi agama seluruhnya, kitab bagi seluruh zaman,
dan kitab suci bagi seluruh manusia.
Al Qur'an juga
mempunyai maksud dan tujuan yang dibidiknya, di antaranya: meluruskan
kepercayaan-kepercayaan dan pola pandang manusia tentang Tuhan, kenabian, dan
balasan atas amal perbuatan, serta meluruskan pola pandangan tentang manusia,
kemuliaannya dan menjaga hak-haknya, terutama bagi kalangan yang lemah dan
tidak berpunya.
Ia juga bertujuan
untuk menghubungkan manusia dengan Rabbnya, agar manusia hanya menyembah-Nya
semata dan bertaqwa kepada-Nya dalam seluruh urusannya.
Al Qur'an juga
bertujuan untuk membersihakan jiwa manusia, yang jika jiwa itu telah bersih
niscaya bersih dan baiklah seluruh masyarakat. Dan jika jiwa itu rusak, niscaya
rusaklah masyarakat seluruhnya. Ia juga berusaha membentuk keluarga yang
kemudian menjadi pangkal kedirian suatu masyarakat. Juga mengajarkan sikap adil
terhadap kalangan perempuan, yang merupakan pokok utama dalam bangunan
keluarga. Al Qur'an juga membangun umat yang saleh, yang dianugerahkan amanah
untuk menjadi saksi bagi manusia, yang diciptakan untuk memberikan manfaat bagi
manusia dan memberikan petunjuk bagi mereka.
Setelah itu, mengajak
untuk menciptakan dunia manusia yang saling kenal mengenal dan tidak saling
mengisolasi diri, saling memberi maaf dan tidak saling membenci secara fanatik,
serta untuk bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan, bukan dalam kejahatan
dan permusuhan.
Kita berkewajiban
untuk memperlakukan Al Qur'an ini secara baik: dengan menghapal dan
mengingatnya, membaca dan mendengarkannya, serta mentadabburi dan
merenungkannya. Kita juga berkewajiban untuk berlaku baik terhadapnya dengan
memahami dan menafsirkannya. Tidak ada yang lebih baik dari usaha kita untuk
mengetahui kehendak Allah SWT terhadap kita. Dan Allah SWT menurunkan kitab-Nya
agar kita mentadabburinya, memahami rahasia-rahasianya, serta mengeksplorasi
mutiara-mutiara terpendamnya. Dan setiap orang berusaha sesuai dengan kadar
kemampuannya. Namun yang disayangkan, dalam bidang ini telah terjadi kerancuan
yang berbahaya, yaitu dalam memahami dan menafsirkan Al Qur'an. Oleh karena itu
harus dibuat rambu-rambu dan petunjuk yang mampu menjaga dari kekeliruan dalam
usaha ini, serta perlu diberikan peringatan tentang ranjau-ranjau yang
menghadang di jalan, yang dapat berakibat patal jika dilanggar.
Tidak selayaknya umat
Al Qur'an mengalami hal yang sama yang pernah terjadi dengan umat Taurat, yang
diungkapkan oleh Al Qur'an dalam
firman-Nya:
'Perumpamaan
orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya
adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.' (Al Jumu'ah: 5).
Kita juga harus
berlaku baik terhadap Al Qur'an dengan mengikuti petunjuknya, mengerjakan
ajarannya, menghukum dengan syari'atnya serta mengajak manusia mengikuti
petunjuknya. Ia adalah manhaj bagi kehidupan individu, undang-undang bagi
aturan politik, serta petunjuk dalam berdakwah kepada Allah SWT. Inilah yang
berusaha dilakukan buku ini dalam empat bab utamanya, dengan bertumpu
--terutama-- pada Al Qur'an itu sendiri, karena ia adalah objek kita, namun ia
juga petunjuk itu.
Umat kita pada
abad-abad pertama --yang merupakan abad-abad yang paling
utama-- telah
berinteraksi dengan baik terhadap Al Qur'an. Mereka berlaku baik dalam
memahaminya, mengetahui tujuan-tujuannya, berlaku baik dalam
mengimplementasikannya secara massive dalam kehidupan mereka, dalam
bidang-bidang kehidupan yang beragam, serta berlaku baik pula dalam
mendakwahkannya. Contoh terbaik hal itu adalah para sahabat.
Kehidupan mereka
telah diubah oleh Al Quran dengan amat drastis dan revolusioner. Al Qur'an
telah merubah mereka dari perilaku-perilaku jahiliyah menuju kesucian Islam,
dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke dalam cahaya. Kemudian mereka diikuti
oleh murid-murid mereka dengan baik, untuk selanjutnya murid-murid generasi
berikutnya mengikuti murid-murid para sahabat itu dengan baik pula. Melalui
mereka itulah Allah SWT memberikan petunjuk kepada manusia, membebaskan
negeri-negeri, memberikan kedudukan bagi mereka di atas bumi, sehingga mereka
kemudian mendirikan negara yang adil dan baik, serta peradaban ilmu dan iman.
Kemudian datang
generasi-generasi berikutnya, yang menjadikan Al Qur'an terlupakan, mereka
menghapal hurup-hurupnya, namun tidak memperhatikan ajaran-ajarannya. Mereka
tidak mampu berinteraksi secara benar dengannya, tidak memprioritaskan apa yang
menjadi prioritas Al Qur'an, tidak menganggap besar apa yang dinilai besar oleh
Al Qur'an serta tidak menganggap kecil apa yang dinilai kecil oleh Al Qur'an.
Di antara merek ada yang beriman dengan sebagiannya, namun kafir dengan
sebagiannya lagi, seperti yang dilakukan oleh Bani Israel sebelum mereka
terhadap kitab suci mereka. Mereka tidak mampu berinteraksi secara baik dengan
Al Qur'an, seperti yang dikehendaki oleh Allah SWT. Meskipun mereka mengambil
berkah dengan membawanya serta menghias dinding-dinding rumah mereka dengan
ayat-ayat Al Qur'an, namun mereka lupa bahwa keberkahan itu terdapat dalam
mengikut dan menjalankan hukum-hukumnya. Seperti difirmankan oleh Allah SWT:
'Dan Al Qur'an itu
adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan
bertakwalah agar kamu diberi rahmat.' (Al An'aam: 155)
Tidak ada jalan untuk
membangkitkan umat dari kelemahan, ketertinggalan dan keterpecah-belahan mereka
selain dari kembali kepada Al Qur'an ini, dengan menjadikannya sebagai panutan
dan imam yang diikuti. Dan cukuplah Al Qur'an sebagai petunjuk. (qaradawi.net)
Penulis: Dr. Yusuf
Qardawi
Beriman Kepada Yang Ghoib
Beriman Kepada Yang Ghoib
" ( Orang- orang bertaqwa itu ) yang beriman kepada
yang ghoib dan mendirikan sholat serta menginfakkan rezki yang Kami berikan
kepada mereka" (Q.S Al Baqoroh:3)
Penjelasan:
Beriman adalah ungkapan
keyakinan dan kepercayaan terhadap sesuatu. Ghoib adalah segala sesuatu yang
tidak tampak oleh panca indra manusia. Beriman kepada yang ghoib menurut
seorang ulama bernama Abul Aliyah, "Beriman kepada Allah SWT,
malaikat-malaikat, kitab-kitab dan Rasul-rasul, surga dan perjumpaan dengan
Allah SWT diakhirat serta hidup sesudah mati, semua itu ghoib." Sedangkan
ulama lain bernama Atho` berkata, "Orang yang beriman kepada Allah SWT
berarti dia beriman kepada yang Ghoib."
Kehidupan kita memang untuk
ujian, banyak hal yang Allah SWT berikan kepada kita melalui kitab suci Al
Qur`an dan informasi-informasi Rasulullah SAW dan kita hanya diminta, sebagai
orang yang beriman, untuk meyakininya sedangkan kita tidak pernah melihatnya
dan tidak bisa membuktikannya secara empiris sampai kita mengalaminya nanti.
Karena informasi itu dari Allah SWT melalui Rasul-rasul-Nya, maka kita beriman
dan meyakini kebenarannya. Berbeda dengan orang atheis yang menolak hal seperti
itu. Diantara yang harus kita yakini terhadap hal-hal ghoib ini adalah;
Beriman kepada akan
terjadinya hari kiamat ( lihat Q.S Al Qiyamah )
Beriman kepada hari Akhirat.
Termasuk beriman kepada hari akhirat adalah ;
Beriman kepada kebangkitan
sesudah mati ( lihat Q.S Al Anbiya: 104, dan Al Mukminun: 15-16 ). Rasulullah
SAW bersabda, "Manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat tanpa alas kaki
dan telanjang." ( H.R. Bukhori dan Muslim )
Beriman kepada perhitungan
dan pembalasan sesuai dengan perbuatannya ( lihat Q.S Al Ghosiyah: 25-26, Al
An`am: 160 dan Al Anbiya : 47 )
Beriman kepada syurga dan
neraka. Syurga sebagai tempat yang menyenangkan bagi orang-orang yang bertaqwa
( lihat Q.S.Al Bayyinah: 7-8 dan Al Ahzab:17 ).Sedangkan neraka sebagai tempat
penyiksaan bagi orang-orang kafir dan dzalim yang ingkar kepada Allah SWT dan
tidak mentaati rasul-rasul-Nya ( lihat Q.S Al Imran:131, Al Kahfi:29 dan Al
Ahzab:64-66 ).
Termasuk beriman kepada hari
kemudian adalah beriman kepada fitnah dan pertanyaan di kuburan ( H.R Bukhori
dan Muslim ). Dan beriman terhadap adanya siksa kubur atau kenikmatan di
dalamnya ( lihat Q.S Al An`am:93 dan Ghofir:46 ). Dan Rasulullah SAW
memperingnatkan kita agar selalu berlindung dari adzab kubur (H.R Muslim ).
Paling tidak ada 3 keuntungan
bagi orang yang beriman kepada yang Ghoib, yaitu;
Mendorong untuk beramal
sholeh dengan harapan pahala dihari kemudian.
Merasa takut untuk bermaksiat
karena pedihnya siksaan dihari itu.
Hiburan bagi orang beriman
kalau tidak memperoleh kenikmatan dunia karena akan mendapatkannya yang jauh
lebih baik dari dunia dan seisinya.
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)